Mencegah Gizi Buruk Pada Anak.

 

Gizi Buruk pada Anak: Penyebab, Gejala,

dan Pencegahan.

 

 

                  

 

 

Gizi buruk pada anak dapat memengaruhi tumbuh kembangnya. Kondisi gizi buruk terjadi akibat adanya ketidakseimbangan asupan nutrisi yang dikonsumsi oleh si Kecil, karena ia mengalami kekurangan gizi yang cukup besar dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, pemenuhan nutrisi secara seimbang dan optimal penting dilakukan agar si Kecil terhindar dari kondisi gizi buruk. 

Gizi buruk adalah keadaan gizi balita yang ditandai dengan kondisi sangat kurus, disertai atau tidak bengkak pada kedua punggung kaki dan berat badannya jauh di bawah rata-rata. Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa gizi buruk bisa diidentifikasi dari beberapa tanda, di antaranya si Kecil mengalami stunting, berat badan kurang, hingga sangat kurus. Sebagian besar kondisi ini dialami oleh anak-anak yang berusia di bawah empat tahun. Pada dasarnya, gizi buruk tidak terjadi secara singkat. Artinya, anak-anak yang mengalami gizi buruk sudah mengalami kekurangan berbagai zat gizi dalam jangka waktu yang sangat lama.

 

Gejala Umum Gizi Buruk pada Anak

Mengacu pada Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk dari Kementerian Kesehatan RI, berikut gejala gizi buruk yang umum dialami anak-anak:

Gizi buruk tanpa komplikasi

  • Terlihat sangat kurus
  • Mengalami edema atau pembengkakan, paling tidak pada kedua punggung tangan atau kaki
  • Nafsu makan cukup baik
  • Tidak disertai dengan komplikasi medis

Gizi buruk dengan komplikasi

  • Terlihat sangat kurus
  • Edema atau pembengkakan pada seluruh tubuh
  • Memiliki satu atau lebih komplikasi medis seperti anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi, dan penurunan kesadaran.

 

Masalah Gizi Buruk pada Anak 

Masalah gizi buruk pada anak terbagi menjadi tiga kategori, di antaranya:

  1. Marasmus

    Marasmus merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya asupan energi harian. Padahal, penting bagi anak-anak untuk memenuhi kebutuhan energi harian guna mendukung semua fungsi organ, sel, dan jaringan tubuh. Sebenarnya, kondisi marasmus bisa dialami oleh anak-anak hingga orang dewasa. Namun, kondisi ini paling sering dialami oleh anak yang berusia di bawah lima tahun dan di negara berkembang. Menurut data dari UNICEF, kekurangan asupan zat gizi merupakan salah satu faktor penyebab kematian pada anak-anak usia balita. 

  2. Kwashiorkor

    Kementerian Kesehatan RI membagi penanganan gizi buruk pada anak ke dalam tiga fase, antara lain:

    1.      Fase stabilisasi

    Fase stabilisasi adalah fase ketika kondisi klinis dan metabolisme anak belum sepenuhnya stabil. Dibutuhkan waktu sekitar 1-2 hari untuk memulihkannya, atau bahkan bisa lebih, tergantung dari kondisi kesehatan si Kecil. Tujuan dari fase stabilisasi yakni untuk memulihkan fungsi organ-organ yang terganggu serta pencernaan anak agar kembali normal.

    2.      Fase transisi

    Fase transisi adalah fase ketika perubahan pemberian makanan tidak menimbulkan masalah bagi kondisi si Kecil. Fase ini biasanya berlangsung selama 3-7 hari dengan pemberian susu formula khusus.

    3.      Fase rehabilitasi

    Fase rehabilitasi adalah fase ketika nafsu makan si Kecil sudah kembali normal dan sudah bisa

    Kwashiorkor adalah kondisi kekurangan gizi yang disebabkan karena rendahnya asupan protein. Jika marasmus ditandai dengan penurunan berat badan, justru kwashiorkor tidak demikian. Anak yang mengalami kwashiorkor memiliki ciri-ciri tubuh membengkak karena mengalami penumpukan cairan atau disebut juga edema. Itu sebabnya, meski telah kehilangan massa otot dan lemak tubuh, anak dengan kwashiorkor tidak mengalami penurunan berat badan yang drastis.

  3. Marasmik-kwashiorkor 

    Seperti namanya, marasmik-kwashiorkor adalah bentuk lain dari gizi buruk pada anak berusia di bawah lima tahun dengan penggabungan kondisi dan gejala antara marasmus dan kwashiorkor. Anak yang mengalami marasmik-kwashiorkor memiliki beberapa ciri utama, di antaranya:

    • Tubuhnya sangat kurus (wasting) yang ditandai di beberapa bagian tubuh, misalnya hilangnya jaringan dan massa otot, dan tulang yang langsung kentara pada kulit seolah tidak terlapisi oleh daging
    • Mengalami penumpukan cairan di beberapa bagian tubuh (edema).
       

Cara Mengatasi Gizi Buruk pada Anak

Kementerian Kesehatan RI membagi penanganan gizi buruk pada anak ke dalam tiga fase, antara lain:

      1.Fase stabilisasi

Fase stabilisasi adalah fase ketika kondisi klinis dan metabolisme anak belum sepenuhnya stabil. Dibutuhkan 1-2   hari untuk memulihkannya, atau bahkan bisa lebih, tergantung dari kondisi kesehatan si Kecil. Tujuan dari fase stabilisasi yakni untuk memulihkan fungsi organ-organ yang terganggu serta pencernaan anak agar kembali normal.

      2.Fase transisi

Fase transisi adalah fase ketika perubahan pemberian makanan tidak menimbulkan masalah bagi kondisi si Kecil. Fase ini biasanya berlangsung selama 3-7 hari dengan pemberian susu formula khusus.

      3.Fase rehabilitasi

Fase rehabilitasi adalah fase ketika nafsu makan si Kecil sudah kembali normal dan sudah bisa diberikan makanan yang cukup padat.. Akan tetapi, bila si Kecil belum bisa sepenuhnya makan dengan benar, pemberiannya bisa dilakukan melalui selang makanan (NGT). Fase ini umumnya berlangsung selama 2-4 minggu sampai status gizinya berangsur membaik.

Penanganan ini biasanya dilakukan sesuai dengan anjuran dari dokter. Oleh karena itu, jika si Kecil mengalami gizi buruk, sebaiknya Mums langsung berkonsultasi dengan dokter agar mendapat penanganan yang lebih tepat. Sebab, kondisi ini tidak baik jika dibiarkan dalam jangka waktu yang lama. 

 

Pencegahan Gizi Buruk pada Anak

  • Hidangkan makanan bergizi yang bervariasi

    Untuk menghindarkan si Kecil dari gizi buruk, ia harus cukup mendapatkan asupan nutrisi. Oleh karena itu, penting bagi Mums untuk selalu menyajikan makanan yang kaya nutrisi secara bervariasi. Sebaiknya, menu makanan si Kecil sesuai dengan pedoman gizi seimbang dari Kemenkes RI, di dalamnya meliputi protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral secara seimbang dan porsi sesuai batas normal.

  • Meminimalkan gangguan saat makan

    Untuk mencegah terjadinya kurang gizi pada si Kecil, Mums harus berupaya untuk meminimalkan aktivitas yang dapat mengganggu waktu makannya, seperti menonton TV dan bermain gadget. Kebiasaan tersebut bisa membuat si Kecil kehilangan nafsu makan. Si Kecil harus dibuat fokus pada makanannya.

  • Hindari memberi makan berdekatan dengan jam tidur

    Saat sedang mengantuk, si Kecil bisa jadi tidak selera untuk makan. Oleh karena itu, hindari memberikannya makan saat ia sudah mengantuk atau mendekati jam tidurnya.

  • Ciptakan suasana makan yang menyenangkan

    Suasana makan yang nyaman akan memengaruhi selera makan si Kecil lho, Mums. Jadi, buatlah suasana makan yang nyaman dan menyenangkan, agar ia lahap menyantap makanan yang disajikan oleh Mums. Hindari memaksa, menekan, atau meneriaki si Kecil untuk menghabiskan makanannya, karena hal tersebut hanya akan membuatnya merasa stres.

  • Berikan porsi makanan yang sesuai kebutuhan si Kecil

    Saat melihat porsi makan yang terlalu banyak, si Kecil juga bisa jadi kehilangan nafsu makan. Maka dari itu, daripada memberikan porsi makan yang besar, lebih baik sajikan dalam porsi yang sesuai dengan batas normal dan kebutuhan si Kecil ya, Mums. 

  • Pahami gaya makan si Kecil

    Saat si Kecil tidak mau makan, bisa jadi ia masih merasa kenyang oleh porsi makan yang sebelumnya. Oleh karenanya, Mums juga perlu belajar memahami gaya makan buah hati.

  • Berikan camilan sehat di luar jam makan utama 

    Selain memberikan asupan bernutrisi pada menu makan utama, Mums juga harus memberikan si Kecil camilan sehat di sela waktu makan utamanya tersebut. Sebab, nutrisi dari makanan pokok saja tidak cukup, sehingga ia membutuhkan asupan gizi dari camilan lainnya. Akan tetapi, Mums harus mengatur pemberiannya supaya tidak terlalu banyak dan mendekati jam makan si Kecil, karena hal tersebut bisa membuatnya kenyang dan selera makan jadi hilang.